Antologi Puisi
- Minggu, 19 Juni 2022
- Administrator
- 0 komentar
Puisi-puisi dalam antologi ini adalah proses kreatif yang terkumpul dari hati yang dituangkan dalam tulisan bergaya pengucapan orisinal.Heliberta M. Leki adalah penulis dari puisi-puisi inibeliau adalah salah satu tenaga pengajar di SMA N 1 Amfoang Barat Daya.Akhirnya saya ucapkan selamat membaca,semoga anda mendapat inspirasi baru.Hanya kepada sang Khalik saya pasrahkan segala akhir karya yang sederhana ini,semoga bermanfaat dan bisa menambah variasi dalam berkarya.Puisi puisi ini semuanya tanpa Judul.
Terlalu ramai nama itu dalam hati juga benakku
Meski telah kuputuskan, aku akan baik-baik saja.
Terkenang banyak harap dalam kata
Yang Telah gugur dalam doa
Di malam-malam yang candu.
Naas,
harapku terlahir premature.
Pada malam yang kalap.
Gundah menabuh genderang
Nyaring menyesakkan dada.
Pikirku, cerita singkat ini
Tak mungkin bisa memenjarakanmu dalam ingatanku
Aku keliru.
Ketika senja menghampiri
Dan ribuan kenangan berdesak-desakan memenuhi memoriku
dan Aku masih menemukanmu dalam puisiku.
Manubelon, 25/03/2022
Adakah kata yang pantas menjadi doa selain cinta
Yang lantas mengandung harapana
Saat malam menjemput baying rembulan.
Marilah, wahai engkau
Yang menyebut namamu saja
Aku seperti disihir.
Kaku, tak tahu apa yang harus di kata
Aku ingin memandang matamu
Memandang keindahan yang terpancar
Dari sana
Dari kedalaman hati
Agar cinta abadi
Seabadi bayangmu dalam ingatanku…
Tarus, 15 Mei 2020
Telah genap waktunya
Sudah cukup rasanya aku merasakan
Kesakitan yang mendera jiwa dan raga.
Aku ingin segera dipartus
Melahirkan amarah
Yang dibuahi dan dirahimi dalam kandunganku
Aku ingin segera merasakan kelegaan
Setelah melahirkan buah sulung itu…
Tarus, 3 Mei 2016
Kurajut kembali
Kisah di kota ini
Di waktu yang purba
Menenun kembali cerita
Yang merekatkan benang-benang persaudaraan
Yang terjuntai.
Ada kisah yang tak pernah berkesudahaan
Untuk dikenang.
Suka dan duka
Suka yang mencairkan hawa dingin kota ini
Dan duka yang akhirnya memaksaku
Mengarungi lautan suka yang menguras nalarku.
Yang memaksaku tuk menahan laju air bening
Yang mengalir dari kelopak mata ini.
Yang kini menjadikanku
Kuat setegar tembok ratapan
Tempat bernaung bagi egoku sendiri
Dan kini aku dapat
Berdiri tegar diatas bukit ini
Menyaksikan kembali reruntuhan dukaku
Yang darinya ku ciptakan suka
Untuk menghangatkan pagiku..
Kefamenanu, Penghujung April